Kamis, 20 September 2012

JOKO WIDODO, sebuah pembelajaran

Akhirnya, rakyat Jakarta telah memilih pemimpin kotanya untuk lima tahun ke depan. Hari ini juga tanggal 20 September 2012, rakyat Indonesia telah disuguhkan pemilihan secara langsung Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Saya yakin sebagian rakyat Indonesia pasti mengikuti acara demokrasi ini. Mengapa demikian? Jawabnya adalah Kota Jakarta merupakan Ibukota Negara Indonesia. Siapa yang tidak ada kepentingan dengan kota Jakarta? Bahkan negara tetangga Indonesia sekalipun seperti Malaysia dan Singapore pasti menyimak acara pemilihan Gubernur DKI tersebut. Selebihnya, seluruh Warganegara Indonesia di seluruh dunia saya rasa tidak akan melewati ini. Saya terlalu bombastis? Saya rasa tidak...
Seperti telah kita ketahui bersama, hari ini pasangan nomor 3 yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menang (sementara) secara dramatis dengan pasangan Incumbent Nomor 1 Fauzi Bowo (Foke) dan Nahrowi Ramli dengan perolehan angka berdasarkan Lembaga Survey Indonesia (LSI) yaitu 53,68 % untuk pasangan Jokowi dan 46,32 % untuk pasangan Foke. Memang kemenangan ini masih dikatakan sementara karena hanya berdasarkan penghitungan cepat (quick count) LSI yang belum dianggap sah. Penghitungan yang tentunya akan sah bila telah dikeluarkan dan diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum dalam waktu yang tidak lama lagi. Akan tetapi berdasarkan pengalaman selama ini mengenai penghitungan dari berbagai lembaga survey yang ada di Indonesia, hasil yang akan dikeluarkan oleh KPU  biasanya tidak terlalu jauh berbeda dengan hasil yang telah dikeluarkan secara Quick Count tersebut. Jadi hampir dapat dipastikan bahwa pasangan Jokowi dan Ahok akan memimpin Kota Jakarta untuk 5 tahun ke depan.
Apabila kita menyimak secara seksama kemenangan dari pasangan Jokowi dan Ahok terhadap pasangan Incumbent Foke dan Nahrowi, ada pembelajaran yang bisa kita dapatkan. Apa itu? Tentunya sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin sedikit menganalisa latar belakang dari kedua Calon Gubernur ini yaitu Jokowi dan Foke.
Pertama, mari kita bahas dulu Bang Foke...

Dr.-Ing. H. Fauzi Bowo, populer dipanggil FOKE lahir di Kota Jakarta pada tanggal 10 April 1948. Beliau merupakan Gubernur Provinsi DKI Jakarta periode 2007 - 2012  bersama dengan wakilnya Mayjen TNI (Purn) Prijanto, namun sang wakil mengundurkan diri dari jabatannya.
Riwayat Pendidikan Bang Foke yaitu SD St. Bellarminus, SMP Kolese Kanisius, SMA Kolese Kanisius,  Sepadya 1987, Sespanas 1989, Lemhannas KSA VIII/2000, Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Arsitektur bidang Perencanaan Kota dan Wilayah Technische Universität Braunschweig Jerman, Doktor-Ingenieur Technische Universität Kaiserslautern.
Riwayat Pekerjaan
2007-2012 Gubernur DKI Jakarta
2002-2007 Wakil Gubernur DKI Jakarta
1998-2002 Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) DKI Jakarta
1993-1998 Kepala Dinas Pariwisata DKI
1986-1988 Pejabat Kabiro Kepala Daerah DKI
1982-1986 Pejabat sementara (Pjs) Kabiro Kepala Daerah DKI
1979-1982 Kepala Dinas Pariwisata DKI
1979-1982 Pelaksana tugas Kepala Biro Kepala Daerah DKI
1977 -1984 Menjadi staf pengajar di Universitas Indonesia
1976 Asisten Ahli Tech. Univ. Braunschweig

Kalau melihat riwayat karir beliau, menurut saya Bang Foke termasuk manusia diatas rata-rata. Ini menurut saya lho... Beliau termasuk birokrat sejati.
Beliau lahir di Jakarta, besar di Jakarta, sebagian besar bersekolah di Jakarta, pernah menjadi Sekretaris Wilayah Daerah Jakarta, pernah menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta dan pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Saya kira Bang Foke termasuk sedikit orang yang paling mengetahui keadaan kota Jakarta. Beliau memang pantas untuk menjadi pemimpin Jakarta. Tapi apakah itu cukup? Mengapa beliau kalah dari Jokowi yang menurut perkiraan saya termasuk "baru" mengenal kota Jakarta. Lagi-lagi timbul pertanyaan..tapi jangan buru-buru dijawab dulu.
Mari kita lihat siapa itu Jokowi....

Ir. Joko Widodo, lahir di Surakarta, 21 Juni 1961 ini lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015.
Riwayat Pendidikan beliau yaitu SDN 111 Tirtoyoso Solo, SMPN 1 Solo, SMAN 6 Solo dan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985


Karir:
  • Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
  • Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
  • Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)
  • Walikota Kota Surakarta (Solo) periode 2005-2010
  • Walikota Kota Surakarta (Solo) periode 2010-2015 (2012 mencalonkan Gubernur DKI Jakarta)
Kalau kita melihat riwayat hidup Jokowi, beliau sangat Solo Sentris sekali. Apakah beliau mengenal kota Jakarta seutuhnya. Inilah yang jadi pertanyaan. Tapi mengapa beliau begitu berani-beraninya (hehehe..) mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta? Dan menang lagi, walaupun untuk sementara ini.

Saya ingin mencoba menganalisanya menurut ilmu logika yang saya miliki saat ini.
Ternyata..oh..ternyata....
Warga Jakarta ternyata tidak peduli lagi siapa yang akan menjadi pemimpinnya. Ternyata warga Jakarta tidak peduli lagi apa itu partai-partai, apa itu tokoh-tokoh, apa itu para ulama dan apa itu-apa itu lainnya. Bagi warga Jakarta yang penting adalah siapa yang dapat mengayomi kehidupan mereka. Warga Jakarta butuh perhatian, butuh pemimpin yang bisa memperhatikan kepentingan mereka. Hal tersebut telah dibuktikan dengan kalahnya penghitungan suara (sementara) pasangan Foke yang jelas-jelas lebih mengenal Jakarta, lebih didukung oleh beberapa partai besar maupun kecil, lebih didukung oleh tokoh-tokoh agamis top, lebih didukung oleh tokoh-tokoh terkenal lainnya, lebih didukung oleh kelompok-kelompok populer lainnya. Juga denga segala macam isu-isu tanpa wajah yang mencoreng moreng wajah orang lain bagaikan tembok-tembok kota Jakarta. Warga Jakarta tidak peduli semua itu. Sebagian besar warga Jakarta telah bosan dan jenuh dengan semua itu. Tapi apa boleh buat, mereka harus terus hidup. Mereka terus bertahan dengan segala kemunafikan dan keserakahan kota Jakarta. Mereka ingin hidup walau hati patah dan penuh dengan segala ketidakberdayaan. Hingga akhirnya....akhirnya...datang sosok figur dari jauh datang dan berani mencalonkan diri untuk memimpin mereka. Rasa haus dan dahaga yang selama ini seperti mencekik leher terasa cair. Ada kesejukan, ada keramahan, ada tawa, ada rangkulan, terasa apa adanya. Sejuk tanpa ada pemanis rasa, ada rasa segar tanpa ada pengharum buatan. Semuanya apa adanya, terasa lugu dan wajar. Inilah mimpi bagi mereka. Mereka tidak butuh apa-apa. Hanya ingin bertahan hidup, hanya ingin anak sehat dan dapat bersekolah. Mimpi yang selama ini tenggelam di bawah alam sadar akhirnya muncul ke alam pikiran. Kami tidak perduli, pekik bathin mereka. Yang penting ada perubahan, walaupun itu masih sebagai mimpi, masih sebagai harapan, walaupun masih perlu dibuktikan, yang penting hati terasa sejuk dan tenggorokan tidak mencekik lagi. Dan mereka akan memilih, maka terpilihlah Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selesai...
Ah..rasanya ini masih belum menurut saya. Ini merupakan awal dari kepemimpinan Jokowi dan Ahok. Banyak tugas berat yang akan dilaksanakan dalam memimpin kota Jakarta yang kata Bang Yos bagaikan "neraka". Terlalu banyak permasalahan yang harus diselesaikan. Ini kenyataan yang tidak bisa dianggap main-main. Harus kerja, kerja dan kerja...kata Jokowi. Okelah...tapi bagaimana caranya?
Bagi saya persolan Jakarta sangat banyak yaitu kemiskinan, kebodohan, pertumbuhan penduduk, tata ruang, kepadatan, air bersih, kesehatan, keamanan, BANJIR, KEMACETAN JALAN dan buaaaanyak lagi lainnya.
Tapi kalau saya boleh saran kepada Mas Jokowi dan Ko Ahok bahwa kalau mau menyelesaikan semua persoalan tersebut tentunya masa kerja 5 tahun tidak akan cukup menyelesaikannya, bahkan masa 2 periode pun tidak akan cukup. Yakin sekali saya....
Pertama yang perlu dibenahi adalah Organisasi birokrasi di Pemerintahan DKI Jakarta dulu. Sebagai suatu pemerintahan daerah yang mengurusi suatu wilayah tentunya harus didukung oleh pembantu-pembantu yang penuh komitmen untuk memperbaiki kota Jakarta. Organisasi pemerintahan DKI harus diefektifkan serta SDM nya harus diperkuat. Setelah itu harus ada konsolidasi intern dalam organisasi sehingga terciptanya suasana kekompakan dan satu komitmen dan keinginan antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk berbuat dan bekerja dalam pelaksanaan program kerja yang dijanjikan.
Setelah konsolidasi intern lalu melaksanakan koordinasi ekstern antar lembaga pemerintahan khususnya pemerintah pusat secara terus menerus dan bisa menyakinkan pemerintah pusat terhadap program kerja yang akan dilaksanakan. Belum lagi kordinasi dengan kota-kota penyangga yang mengelilingi Jakarta khususnya dalam program tata ruang wilayah sebagai kota penunjang.
Memang tidak mudah tapi tanpa pembenahan semua di atas, program sebagus apapun dan dana sebanyak apapun tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Saya yakin itu...
Kedua, tanpa melupakan perbaikan-perbaikan yang banyak dengan permasalahan kota Jakarta saat ini, hal yang harus diprioritaskan pertama kali adalah mengurangi kemacetan-kemacetan jalan raya dan kantong-kantong wilayah yang sering terjadi banjir. Mengapa? Kalau kita mau jujur dan mungkin bisa ditanyakan kepada warga Jakarta bahwa  persoalan yang menyesakkan bagi mereka adalah KEMACETAN dan KEBANJIRAN. Oleh karena persoalan tersebut merupakan penghambat terbesar bagi masyarakat Jakarta untuk bergerak dan berkembang dari segi perekonomian. Salah satu merupakan pemborosan biaya hidup.
Kemudian sambil berjalan program tersebut secara berangsur dapat memperbaiki problem-problem lainnya.
Mudah-mudahan Mas Jokowi dan Ko Ahok dapat melaksanakan amanat yang dipercayakan ini. Sehingga menciptakan kota Jakarta menjadi kota yang nyaman bagi warganya. Bukankah kita semua tahu bahwa wajah Jakarta merupakan wajah Negara Indonesia.
Demikian tulisan ini saya buat tanpa ada maksud apapun dan semata-mata hanya ingin melihat perbaikan di negeri yang saya cintai ini.